Bagi orang yang tinggal di kota Medan seperti saya, pergi berlibur ke Berastagi adalah hal yang rutin saya lakukan. Selain jaraknya yang tidak terlalu jauh dari kota Medan, Berastagi juga memiliki banyak destinasi wisata yang patut untuk dikunjungi.
Jika ditanya ke saya mengenai alasan utama jalan-jalan ke Berastagi, maka saya akan menjawab; " Mau cari udara dingin dan segar ". ya tentulah alasannya sama seperti kebanyakan orang.
Ada hal yang menjadi ganjalan di benak kepala saya jika berlibur ke Berastagi. Beberapa kali saya membaca artikel mengenai desa tertua bernama " Desa Peceren " yang berada di pinggiran Kota Berastagi, namun selalu saja lupa untuk mengunjungi tempat ini.
Kali ini saya bersama dengan teman-teman Komunitas Jalan-Jalan Indonesia (jalaners) Regional Sumut berencana untuk wisata seharian di tanah Karo, dan memasukan " Desa Peceren " ke dalam Itinerary perjalanan sebagai salah satu destinasi wisata yang akan kami kunjungi nanti. Aah..Akhirnya uneg-uneg yang ada dikepala saya bisa terlepaskan.
Desa Sempa Jaya ( Peceren ), desa budaya berumur diatas 120 tahun.
Menurut artikel yang saya baca dari website resmi miliki Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo, bahwa Desa Peceren ( Sempa Jaya ) yang berjarak ±2km dari kota Berastagi ini didiami oleh sekitar 700 keluarga.
Desa Peceren ( Sempa Jaya ) ini memiliki beberapa Rumah Adat Tradisional Karo, bahkan masih ada yang di gunakan sebagai tempat tinggal hingga saat ini. Rumah Adat yang tertua dan masih di tempati saat ini berumur sekitar 120 tahun, tentu saja jika merujuk kepada umur rumah, berarti umur desa Peceren ini sudah diatasnya 120 tahun itu sih menurut penilaian saya.
Pada hari itu kami sampai di Berastagi sekitar pukul 7.30 pagi , karena belum sempat sarapan dirumah, maka kami berhenti di salah satu kedai nasi di pinggir jalan. Nasi Gurih dan Lontong sayur menjadi pilihan kami, tidak lupa pula air teh manis hangat sebagai penyegar tenggorokan saya di pagi itu.
Jika ditanya ke saya mengenai alasan utama jalan-jalan ke Berastagi, maka saya akan menjawab; " Mau cari udara dingin dan segar ". ya tentulah alasannya sama seperti kebanyakan orang.
Ada hal yang menjadi ganjalan di benak kepala saya jika berlibur ke Berastagi. Beberapa kali saya membaca artikel mengenai desa tertua bernama " Desa Peceren " yang berada di pinggiran Kota Berastagi, namun selalu saja lupa untuk mengunjungi tempat ini.
Kali ini saya bersama dengan teman-teman Komunitas Jalan-Jalan Indonesia (jalaners) Regional Sumut berencana untuk wisata seharian di tanah Karo, dan memasukan " Desa Peceren " ke dalam Itinerary perjalanan sebagai salah satu destinasi wisata yang akan kami kunjungi nanti. Aah..Akhirnya uneg-uneg yang ada dikepala saya bisa terlepaskan.
Desa Sempa Jaya ( Peceren ), desa budaya berumur diatas 120 tahun.
Menurut artikel yang saya baca dari website resmi miliki Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo, bahwa Desa Peceren ( Sempa Jaya ) yang berjarak ±2km dari kota Berastagi ini didiami oleh sekitar 700 keluarga.
Desa Peceren ( Sempa Jaya ) ini memiliki beberapa Rumah Adat Tradisional Karo, bahkan masih ada yang di gunakan sebagai tempat tinggal hingga saat ini. Rumah Adat yang tertua dan masih di tempati saat ini berumur sekitar 120 tahun, tentu saja jika merujuk kepada umur rumah, berarti umur desa Peceren ini sudah diatasnya 120 tahun itu sih menurut penilaian saya.
Pada hari itu kami sampai di Berastagi sekitar pukul 7.30 pagi , karena belum sempat sarapan dirumah, maka kami berhenti di salah satu kedai nasi di pinggir jalan. Nasi Gurih dan Lontong sayur menjadi pilihan kami, tidak lupa pula air teh manis hangat sebagai penyegar tenggorokan saya di pagi itu.
Mampir sejenak ke warung nasi, Sarapan pagi nasi Gurih dan Lontong sayur |
Selepas dari sarapan pagi, kamipun melanjutkan perjalanan, dan tidak berapa lama dari sana kami melihat papan petunjuk yang bertuliskan Selamat Datang di Desa Sempa Jaya persis di samping Gapura, dan sesuai dengan Google Maps yang ada di Smartphone memang posisinya benar ada disini. Kamipun langsung memasuki Gapura yang merupakan Pangkal dari Jalan Desa peceren.
Gerbang / Gapura menuju Desa Peceren ( Sempa Jaya ) Jl. Desa Peceren |
Papan Petunjuk di samping Gapura, bertuliskan : Selamat datang di Dusun II Desa Sempajaya |
Sekitar 500 meter dari gapura Sampailah kami didepan rumah adat tradisional Karo, yang bentuknya sama seperti yang ada di gambar websitenya Dinas Pariwisata dan Kebudayan Kabupaten Karo - www.pariwisata.karokab.go.id
Akhirnya Sampai di depan rumah Adat Tradisional Karo yang ada di Desa Peceren ( Sempajaya ) |
Sedikit diluar ekspektasi saya mengenai keberadaan desa budaya ini. Awalnya saya berfikir bahwa semua rumah yang ada di desa Peceran ini adalah rumah adat tradisional Karo, namun ternyata hanya tinggal beberapa saja itupun letaknya berjauhan, hampir semua rumah disini adalah rumah seperti pada umumnya.
Sempat saya bertanya kepada warga yang tinggal didekat rumah adat itu mengenai jumlah rumah adat tradisional Karo yang masih tersisa, dia menjawab bahwa dulunya memang masih ada banyak, namun karena kondisi rumah yang mulai rusak karena dimakan usia jadi satu persatu rumah adat pun di ganti dengan bangunan rumah seperti yang ada saat ini.
Masuk akal juga, tentulah karena seiring perkembangan zaman semuapun bisa berubah, apalagi yang hanya sebuah rumah adat yang terbuat dari kayu beratapkan ijuk, tentu saja memiliki daya tahan yang berbeda dengan rumah yang berbahan batu dan semen.
Namun rasa sedikit kecewa saya terobati, karena masih ada satu rumah Adat Tradisional Karo yang masih utuh yang sekarang ada didepan mata saya.
Rumah ini memang terlihat sangat tua, rumah panggung setinggi lebih dari 1,5 meter berdinding kayu dan beratapkan sabut ijuk ini terlihat eksotis dengan adanya lumut tebal dan rumput yang hidup diatasnya.
Terlihat oleh saya seorang nenek ( nini tudung : dalam bahasa Karo) penguni rumah itu yang sedang mengambil baju dari jemuran, secepatnya saya datangi, dan bertanya " apakah nenek tiggal disini ?" dan " Iya " jawabnya. Lantas saya pun meminta izin untuk melihat kedalam rumah, namun karena suasana didalam sangat gelap, sayapun tidak masuk ke dalam, cukup melihat dari pintu saja. Selain itu pun ada rasa khawatir saya jika rumahnya bisa saja ambrol, soalnya bunyi lantai yang berderit-derit membuat saya urung kedalam.
Kamipun meminta izin untuk mengambil foto, sebagai bukti bahwa kami sudah sampai ke desa Peceren ini, sekaligus sebagai bahan kenang-kenangan bila suatu saat rumah adat budaya ini juga ikut punah termakan usia dan zaman, sekurang-kurangnya kami masih punya fotonya.
Okeh, gemana gaes.. Kapan datang kesini ? mumpung masih ada nih rumah Adat...
Cara Menuju Lokasi Desa Peceren :Sempat saya bertanya kepada warga yang tinggal didekat rumah adat itu mengenai jumlah rumah adat tradisional Karo yang masih tersisa, dia menjawab bahwa dulunya memang masih ada banyak, namun karena kondisi rumah yang mulai rusak karena dimakan usia jadi satu persatu rumah adat pun di ganti dengan bangunan rumah seperti yang ada saat ini.
Masuk akal juga, tentulah karena seiring perkembangan zaman semuapun bisa berubah, apalagi yang hanya sebuah rumah adat yang terbuat dari kayu beratapkan ijuk, tentu saja memiliki daya tahan yang berbeda dengan rumah yang berbahan batu dan semen.
Namun rasa sedikit kecewa saya terobati, karena masih ada satu rumah Adat Tradisional Karo yang masih utuh yang sekarang ada didepan mata saya.
Rumah ini memang terlihat sangat tua, rumah panggung setinggi lebih dari 1,5 meter berdinding kayu dan beratapkan sabut ijuk ini terlihat eksotis dengan adanya lumut tebal dan rumput yang hidup diatasnya.
Terlihat oleh saya seorang nenek ( nini tudung : dalam bahasa Karo) penguni rumah itu yang sedang mengambil baju dari jemuran, secepatnya saya datangi, dan bertanya " apakah nenek tiggal disini ?" dan " Iya " jawabnya. Lantas saya pun meminta izin untuk melihat kedalam rumah, namun karena suasana didalam sangat gelap, sayapun tidak masuk ke dalam, cukup melihat dari pintu saja. Selain itu pun ada rasa khawatir saya jika rumahnya bisa saja ambrol, soalnya bunyi lantai yang berderit-derit membuat saya urung kedalam.
Kamipun meminta izin untuk mengambil foto, sebagai bukti bahwa kami sudah sampai ke desa Peceren ini, sekaligus sebagai bahan kenang-kenangan bila suatu saat rumah adat budaya ini juga ikut punah termakan usia dan zaman, sekurang-kurangnya kami masih punya fotonya.
Okeh, gemana gaes.. Kapan datang kesini ? mumpung masih ada nih rumah Adat...
- Jika sudah sampai Berastagi, jadikan Mikie Holiday sebagai pedoman
- Dari mikie Holiday, jalan terus sekitar 1.3 km atau sekitar 3 menitan, tidak jauh dari Rudang Hotel akan ketemu Gapura / gerbang menuju Jalan Peceran.
- Masuk ke jalan Peceran itu, sekitar 300 meter akan sampai ke Rumah Adat Tradisional Karo di Desa Peceren (Sempa Jaya)
Artikel di tulis Oleh : Vean Tristan - Instagram : @veantristan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca artikel ini, silahkan tulis komentar kamu dengan bahasa yang baik dan sopan.